Sabtu, 19 November 2011

Seribu Sore

Seribu Sore


Secangkir teh hangat, sore, langit sore, wanita tua, dan seorang lelaki loper koran.

Waktu terus saja mengalir tanpa ada henti tanpa ada peduli. Entah berpura-pura tidak mau tahu atau memang benar-benar tidak tahu. Seolah-olah tidak peduli tau kalau di luar sana ada begitu banyak orang yang berjuang habis-habisan mengejarnya, bahkan mungkin ingin mengulangnya untuk beberapa kepentingan tertentu, sangat penting sepertinya. Namun tidak sedikit pula yang menginginkannya cepat berlalu, segera menghabiskannya untuk menyongsong waktu-waktu lain yang baru, yang lebih baik mungkin menurut mereka, atau entahlah yang jelas karena sesuatu.

Selalu setiap sore, wanita tua itu dengan sengaja duduk di bangku depan rumahnya, dengan secangkir teh hangat, kadng-kadang dengan sepotong donat, namun lebih sering tidak. Memandang cakrawala dan senja, mencoba menghabiskan waktu. Menunggu kawan senjanya tiba, jika loper koran sudah datang lalu mereka bercengkarama menghabiskan sore, hingga petang tiba kemudian mereka berpisah dengan senyum dan raut wajah yang sangat bahagia.
Wanita tua dan loper koran itu adalah dua orang yang akan selalu bahagia apabila sore menjelang. Mereka sama-sama menyukai langit sore yang kemerah-merahan, sorot mataharinya yang hangat penuh kerinduan, serta warna kulit mereka yang kemudian menjadi menyenangkan ketika diterpa senja. Kemudian lelaki loper koran itu akan menjadi pendengar setia dan wanita tua itu akan menjadi sangat bersemangat untuk bercerita tentang beberapa babak masa lalunya.

Ini adalah sore ke 99999 sejak wanita tua itu berpisah dengan laki-laki yang ia temui di dalam bus kota setiap pagi. Hingga akhirnya mereka berpisah dan berjanji akan bertemu di suatu sore di bangku taman di depan rumah wanita itu. Namun hingga wanita itu berubah menjadi seorang wanita tua dan entah telah melalui berapa ribu sore laki-laki itu tak kunjung datang menemuinya. Sampai bertemulah ia dengan seorang loper koran yang selalu dengan bahagia menemani sorenya. Entah mengapa, wanita tua itu selalu sangat yakin ia pasti akan bertemu dengan laki-laki di dalam bus kota itu.

“Selamat sore wanita tua.”
“Ya, dan selamat sore ke 999 loper koran.”
“Oya?”
“Iya, dan besok adalah sore ke 1000 untukmu dan ke 10000 untuknya.”
“Emm, aku juga jadi ingat kalau ini adalah cangkir teh ke 1000 untukku.”

Kemudian kedua orang itu sama-sama tertawa terkekeh-kekeh. Wanita tua itu terdiam, lalu menangis. Dia kemudian merasa sangat sedih, kenapa ia tidak pernah bisa kembali memutar dan mengendalikan waktu. Kalau saja bisa, pasti laki-laki itu yang setiap sore menikmati secangkir teh hangat dan sore bersamanya sampai ia mati dalam perasaan yang sangat lega.
Di sore ke 999 itu wanita tersebut hanya mengucapkan berkali-kali ucapan terimakasih kepada loper koran tersebut dan berkali-kali maaf. Ia tidak ingin menyesal untuk entah keberapa ribu kalinya penyesalannya bertubi-tubi menghujani hatinya yang semakin rapuh diterpa usia. Loper koran itu kemudian memeluk wanita itu untuk pertama kalinya, dan kemudian ia merasakan sesuatu yang sangat sakit sekali di dalam hati wanita itu. Loper koran itu seperti bisa membaca apa yang wanita itu pikirkan. Masa lalunya, kehidupannya, dan bayang-bayang tentang laki-lakinya yang ternyata jauh lebih kuat dari apa yang ia ketahui selama ini.

Tanpa ada sepatah katapun, wanita itu bercerita dengan sendirinya dari dalam hati. Setiap pagi ketika matahari mulai menampakkan dirinya perlahan-lahan, wanita itu dengan perlahan-lahan pula memulai menyusuri kota dengan berjalan kaki. Ia sudah menyusuri kota dengan jalan yang sama setiap hari, dan ini adalah hari ke 99999 setelah sekian lama ia menyusuri kota itu. Kemudian warga di setiap sudut kota itu akan selalu menanti kedatangannya dan memberikan senyum kepada wanita itu, namun ada juga yang justru menghujatnya dengan beberapa kata-kata yang kurang mengenakkan. Anak-anak kecil selalu menunggunya di pinggir-pinggir jalan kemudian berlari ketakutan ketika wanita itu datang. Semua itu ia pertaruhkan hanya untuk sebuah harapan besar, harapan besar untuk laki-laki yang ia cari-cari selama ini.

Wanita tua itu telah menunggu dan menyusuri halte dan bus di seluru dunia hanya untuk mencari laki-laki yang ia temui di dalam bus beberapa puluh ribu hari yang lalu. Kemudian setiap sore menjelang wanita itu menyudahi perjalananya karena ia sangat takut kalau-kalau laki-laki yang ia tunggu-tunggu selama ini tidak bisa ia temui di depan bangku rumahnya karena wanita itu tidak berada di sana. Kemudian ia akan bersolek secantik-catiknya ketika sore menjelang.

“Bolehkah aku menitipkan sesuatu untukmu?” bisik wanita tua itu.
“Boleh saja. Apa dan untuk siapa?”
“Aku akan menitipkan sepucuk surat untuk laki-lakiku kelak, barangkali engkau lebih dulu menemukannya daripada aku”

Loper koran itu kemudian melepaskan pelukannya dan menerima sepucuk surat dari wanita tua tersebut, lalu ia bergegas pulang dengan senyum hangat, sehangat sore itu. Kemudian loper koran itu berjanji akan selalu menemani wanita tua itu berjalan menyusuri kota-kota di seluruh dunia setiap pagi, dan ia sembari menjajakan korannya. Itulah persembahan yang ingin ia berikan untuk wanita tua itu, karena besok adalah sore ke seribu. Entah kenapa ia sangat bahagia sekali, dan ingin agar pagi segera menjelang, agar ia bisa sesegera mungkin menemani wanita tua itu berjalana menyusuri halte dan bus di seluruh dunia kemudian sorenya ia akan menemani wanita tua itu menghabiskan sore di bangku depan rumahnya dengan secangkir teh hangat dan semoga dengan sepotong donat.

Keesokan harinya . . . dan menuju sore yang ke seribu . . .

Pagi-pagi benar loper koran itu bergegas mengambil beberapa ratus lembar koran untuk segera menuju rumah wanita tua itu dengan penuh semangat. Ia tidak ingin tertinggal menemani wanita tua itu menyusuri kota-kota di seluruh dunia mencari lak-lakinya. Namun tiba-tiba lelaki loper koran itu tertegun dan terdiam sangat lama ... lamaaaaa sekali, memandangi berita utama dalam koran itu. Dan ternyata ia terdiam cukup lama, sangat lama bahkan,sampai-sampai langit kota yang sejak itu berubah menjadi sangat panas, matahari semakin terik, oh .. sudah siang rupanya. Warga di seluruh kota bahkan sudah heboh dengan berita utama yang ada di koran kota itu.

Namun laki-laki loper koran itu memilih untuk terdiam dan belum juga beranjak dari tempat itu dari tadi pagi-pagi benar. Ia masih saja memandangi berita utama di koran itu. Memandangi gambar wanita tua yang ditemukan meninggal secara bersamaan di bangku depan rumahnya dengan secangkir teh hangat sambil berpelukan dengan seorang laki-laki. Wanita tua itu tersenyum sangat bahagia. Entah mengapa harus wanita tua itu yang menjadi berita utama koran kota itu. Apakah wanita tua itu sangat berjasa? Apakah ia adalah orang yang sangat tekenal pada mudanya dulu? Apakah ia adalah orang yang sangat berpengaruh untuk kota tu? Siapakah dia? Dimanakah keluarganya? Kenapa? Kenapa ia yang harus menjadi berita utama koran pagi itu? Kenapa tidak besok saja matinya? Apakah warga kota ini ikut merasakan penderitaannya? Bukannya mereka yang selalu mengolok-olok wanita tua itu ya? Kenapa? Kenapa? Kenaaapaaa? Semua pertanyaan-pertanyaan dan kegilaan itu yang kemudian justru dirasakan dan ada dalam pikiran loper koran itu utnuk beberapa saat.

Kemudian ia baru menyadari bahwa sore telah tiba. Ia bergegas menuju bangku di depan rumah wanita tua itu, menikmati sore, membawa secangkir teh hangat sendiri dan sepotong donat, dan merasakan kelegaan yang sangat luar biasa. Mencoba merasakan kelegaan dan kebahagiaan yang dirasakan wanita tua itu saat mati. Loper koran itu terdiam beberapa saat lalu membuka sepucuk surat yang cukup panjang isi tulisannya, titipan wanita tua untuk lelakinya.

Teruntuk lelakiku yang entah di langit sore bagian mana.
Aku sudah menunggumu dan mencarimu hingga menelan beribu-ribu sore ditemani kesendirianku. Hanya untuk bertemu dan menyatakan perasaanku bahwa aku benar-benar mencintaimu. Aku tidak pernah bosan menunggu dan terus mencari keberadaanmu yang entah dimana dan di langit sore bagian mana itu. Tidak banyak yang bisa aku berikan dan aku perbuat untuk mempersatukan hati kita, kecuali menyusuri halte-halte diseluruh dunia setiap hari. Sebelum hidupku diakhiri oleh Tuhan di suatu sore entah kapan dan dimana pula, sekali lagi aku berharap boleh kan? Aku hanya ingin mengungkapkan seluruh perasaanku padamu lelakiku. Seluruh perasaanku, yang jelas sampai kapanpun perasaanku ini tidak akan berubah lelakiku. Kalau engkau bertemu dengan seorang lelaki baik yang memberimu sepucuk surat ini, bicaralah baik-baik dengannya, dan aku berharap kalian bisa berteman dengan sangat bik. Dia loper koran yang baik dan menyenangkan, dia kawan 1000 soreku, dan di sore ke 10000mu ini aku sengaja menitipkan pesan untukmu kepadanya, karena aku dan kamu tidak pernah tau kan nasib setiap manusia. Justru aku berharap di sore yang k 1000 ini loper koran itu tidak akan bertemu denganmu dan memberikan surat ini kepadamu, karena aku ingin aku yang bertemu sendiri denganmu dan menyampaikan seluruh isi hatiku ini kepadamu, sambil mendekapmu dengan hangat dan seolah tidak akan melepaskanmu lagi. Ah... sudahlah aku tidak ingin bertele-tele memainkan kata-kata yang berderai-derai seperti ini, seluruhnya bisa dirangkum hanya dengan satu kalimat, intinya “AKU SANGAT MENYAYANGIMU LELAKIKU”.

Lelakiku, begitu lamanya aku merasakan kegelisahan seperti ini, menunggu pesan dari seorang kekasih seperti menunggu pesan seorang calon kekasih. Sudah lama aku merindukanmu seperti ini, tidak hanya setiap sore, bahkan setiap malam pun aku menunggumu di bawah temaram rembulan berselimut rindu dan menerka-nerka, dimanakah kamu? sedang apakah kamu?dengan siapakah kamu serta beratus ratus dan lainnya yang menyeruak di dalam kemelut rinduku. Bahasa tulisanku pun mendadak mendayu-dayu, penuh kelembutan dan mencerminkan kerinduan tanpa malu. Aku hanya takut kita terbiasa dengan rindu,membunuh rindu,menghalau rindu,dan kemudian sama-sama tidak mengenal rindu.

Sayangku ...
Aku adalah wanita yang setiap malam dihampiri rindu, malam ini aku memutuskan untuk menerima ajakan rindu,bercinta dan dibuahi rindu dengan kasih sayang, kemudian besok pagi aku akan mengandung benih rindu yang siap lahir sebagai pelukan hangat yang penuh cinta, siap kamu gendong setiap hari,engkau kecup setiap pagi sebelum kau berangkat kerja,dan akan kau usap-usap serta engkau timang saat malam mulai merajai tubuh lelahmu. Aku sering merasa cemburu dengan langit sore, barangkali mereka lebih sering merayumu agar berlama-lama untuk berada di suatu tempat entah dimana itu, alhasil sering membuatku menahan terlalu banyak rindu dan tidak bisa bertemu denganmu di suatu sore. Aku hanya takut,mereka membisikkan kalimat-kalimat aneh,yang akan dengan sesegera mungkin merasuki pikiranmu,membuatmu menjadi aneh dan membuat aku seakan-akan paling aneh, aku lebih takut lagi kalau kemudian kamu memutuskan untuk ... Ah ini sudah hampir pagi!
Aku juga mengirimkan sebuah puisi yang pernah aku buat di suatu sore karena aku sangat merindukanmu seperti malam ini, sangat merindukanmu, peluk hangat dariku lelakiku. Semoga kita bisa bertemu secepatnya kalau surat ini lebih dulu menemuimu entah di langit sore bagian mana.

Panggung Senja
Semua orang akhir-akhir ini menganggap kita sebagai sepasang manusia yang cerita cintanya bodoh dan tolol,
Semua orang akhir-akhir ini mulai bosan dengan dialog kita, yang sarat dengan bualan kata-kata pujian.
kemudian memutuskan untuk tidak peduli, jangankan peduli,mendengarnya saja tidak sudi.
Menurutku,kalian belum saja mendapat giliran,
karena pada hakikatnya, hidup manusia di dunia ini seperti sebuah pertunjukan sandiwara.
Aku dulu juga pernah menjadi seperti kalian, menjadi penonton tanpa otoriter!

Ingat yaa ..
kalian semua hanya penonton,yang seharusnya tinggal duduk dan menikmati pertunjukan,yang tinggal tidur atau pulang saja jika kalian merasa bosan atau tidak suka dengan pertunjukannya,
Bukannya malah berkomentar,mengkritik,dan mencibir.
Ini panggung saya,itu panggung kalian,
Hanya saya dan kalian yang sangat paham dengan alur dan skenarionya,
kita punya peran dan penonton masing-masing,
Skenarionya pun dibuat dengan kerumitan dan keunikan masing-masing,
Semuanya istimewa, percayalah .. Entah dengan kebodohan dan ketololannya seperti saya, atau yang penuh dengan romantisme yang konon semakin mahal harganya seperti dia, bahkan ada yang sadis, sesadis tulisan wartawan tentang pembantaian TKI Indonesia di koran tadi pagi.

Dan. .aku akan menyumpal telingaku rapat-rapat dengan doa,
Menutup mataku dengan harapan dan puji-pujian untukNya,
Tapi tidak menutup hatiku,
karenaa .. Aku terlalu yakin,kamu sudah menungguku dengan berlembar-lembar skenario baru, di ujung senja sore besok ..
Lalu kita berdua bersama-sama diiringi matahari tenggelam,menari-nari di bawahnya,hanya aku dan kamu,
kali ini tanpa penonton, musiknya riak-riak kecil air laut, dan panggungnya sebuah altar senja ..


Entah mengapa ia kemudian merasa sangat bahagia, bahagia sekali. Sejak saat itu ia kemudian memutuskan untuk menjadi seorang yang akan selalu bahagia, karena hidup itu indah, dan menunggu itu adalah sebuah perjuangan luar biasa dari seorang manusia atas sesuatu yang ia yakini. Meskipun untuk beberapa orang menunggu itu merupakan hal yang sia-sia, tetapi menyikapi suatu kehidupan dari sisi yang berbeda mungkin bisa menjadi suatu keharusan, agar kita mampu berpikir lebih baik kepada dunia. Masa lalu itu pasti akan selalu membayang-bayangi kehidupan setiap orang tetapi bagaimana jika kita memutuskan untuk mengejar waktu saja untuk masa depan kita? Yaaaaahh begitulah. Kemudian lelaki loper koran itu melagkah meninggalkan bangku itu, dan berjalan, berjalan sampai ke ujung dunia sambil menjajakan korannya dan berharap akan bertemu sore-sore lain yang berharga.

Inilah seribu sore . . .



TIDUR...


Sebelumnya aku adalah orang yang tidak pernah takut dengan tidur,

Tetapi semenjak sore tadi, aku mempunyai kekhawatiran yang luar biasa kalau aku harus tidur,

Aku juga sangat takut kalau harus tertidur dan tiba-tiba aku tidak menjumpaimu yang sedaritadi duduk di sampingku, melihatku tertidur dengan senyum hangat yang merekah di wajahmu,

Aku begitu takut, kalau aku harus tiba-tiba terbangun dan menjumpai langit sore yang begitu syahdu tidak dengan kamu,

Aku sangat takut dengan tidur, kalau harus bermimpi berlari mengejar matahari di sore hari seorang diri, egois...

Aku sangat takut, kalau melihat diriku ini sedih sendiri, karena aku tidur sekalipun, aku tidak bermimpi denganmu apalagi aku tertidur atau dengan sengaja menahan tidur,

Ah Aku pun tak kunjung bertemu denganmu...

Terimakasih untuk langit sore yang begitu adil, tidur yang begitu jujur dan musim panas yang begitu bersemangat...

begitu menyenangkan belajar bersama kalian,

sungguh tidak ada yang lebih egois dari menikmati langit sore yang begitu syahdu tidak dengan kamu ketika aku terbangun,

dan menghabisi matahari sendiri, selepas dari alam mimpi,

tidak dengan kamu yang mungkin juga sedang menikmati langit sore entah di langit sore bagian mana dan dengan siapa,

matahari yang entah mengeluarkan panas atau bahkan hujan, konyol!

ah terlalu menyedihkan atau menyenangkan ini namanya...

yaaa yang jelas kamu.. bukan dengan ia, dia, atau mereka, pokoknya kamu! titik!


:)