Rabu, 21 April 2010

Budaya Onani

BUDAYA ONANI

Bagi sebagian besar masyarakat kita sex boleh dikata masih merupakan sesuatu yang tabu. Budaya kita yang masih banyak terikat berbagai hal dan peraturan tentang aturan orang timur pada umumnyalah mungkin salah satu pemicunya. Sehingga segala tindakan seksual baik yang menyimpang ataupun yang tidak menyimpang akan tetap menjadi sebuah topik pembicaraan khusus bagi masyarakat kita. Mengubah paradigma mengenai sex dari hal yang tabu menjadi hal yang biasa di hadapan masyarakat kita bukan merupakan suatu pekerjaan mudah. Namun tidak ada salahnya juga apabila kita mencoba melihat sex dari kacamata yang lain di luar kebiasaan yang ada ketika masyarakat pada umumnya membicarakannya.

Onani yang merupakan aktivitas seksual yang sangat dekat dengan sebagian besar masyarakat, terutama di kehidupan remaja dewasa ini dianggap sebagai pemicu rusaknya mental generasi muda kita. Sebenarnya anggapan bahwa onani sebagai salah satu kegiatan sex yang merusak mental itu bisa dipatahkan. Tidak bisa dipungkiri juga bahwa onani sudah menjadi “budaya”, artinya hampir semua orang sudah bisa dipastikan melakukannya atau pernah melakukannya. Menanggapi hal tersebut sebenarnya tidak benar apabila kita langsung setuju dengan anggapan tersebut tanpa mau melihat jauh ke belakang sisi lain dibalik kebiasaan onani itu sendiri. Tidak benar jika onani dipastikan langsung merusak mental. Onani justru dapat menjadikan hasrat sex yang tidak tersalurkan karena yang tak mungkin dipenuhi akibat norma agama dan budaya yang berlaku, misalnya larangan perzinaan, pelacuran dan perkosaan. Justru yang perlu diwaspadai ialah kebiasaan onani apalagi jika berlebihan, karena dapat menjadikan lelaki tidak dapat bertahan lama dalam berhubungan sex atau terjadinya orgasme dini, sehingga akan berakibat fatal dalam hubungan suami istri. Sangat dilematik bukan, hasrat sex yang tidak dapat tersalurkan justru dapat tersalur lewat onani, meskipun onani dapat mengurangi kenikmatan hubungan sex yang sebenarnya, sementara itu norma agama dan budaya melarang melakukan hubungan sex bebas di luar nikah.

Jika kita berbicara mengenai onani sebenarnya tidak ada yang salah dan disalahkan. Norma agama dan budaya yang menuntut terus menerus agar kita senantiasa berperilaku baik sesuai peraturan yang berlaku pada umumnya tidak bisa disalahkan, karena memang seperti itu bukan fungsi adanya agama dan budaya di tengah-tengah kehidupan kita. Akan tetapi apakah keberadaan aturan agama dan budaya mengenai perilaku sex yang dianggap menyimang itu dalam hal ini onani salah satunya, dirasa sudah mampu memberikan solusi lain untuk mengatasi hal tersebut? Jawabannya sudah bisa dipastikan belum. Kalaupun sudah, tidak segampang itu praktiknya, apalagi jika melihat kondisi masyarakat kita yang hampir sebagian besar terdiri dari masyarakat golongan menengah ke bawah yang sudah bisa ditebak juga bagaimana pola pikirnya.

Pelaku onani pun seharusnya tidak melulu yang disalah-salahkan. Di sisi lain mereka hanyalah korban dari lingkungan mereka. Jika kita perhatikan, dewasa ini memang mental masyarakat kita lebih cenderung mengalami kebobrokan daripada kemajuan. Perhatikan saja bagaimana gaya berpakaian wanita jaman sekarang. Pertanyaannya masihkah mereka memikirkan keberadaan norma agama yang menjadi bagian dari kehidupan mereka juga? Gaya berpakaian para wanita modern itu membangkitkan birahi yang tinggi. Akibatnya, banyak pria mengalami gejolak birahi namun sedikit yang bisa tersalurkan. Tanpa disadari, wanita seringkali memberikan pukulan telak pada kesehatan reproduksi pria lewat betis, paha dan bagian tubuh sekitar dadanya atau karena gaya berpakaiannya. Akhirnya onanilah solusinya. Seharusnya kita jauh lebih mendukung budaya onani daripada buaya sex bebas ataupun pemerkosaan. Tanpa kita sadari onani sudah menyumbang mengurangi angka pemerkosaan. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus disalahkan? Tidak ada. Baik laki-laki ataupun perempuan sebenarnya sama saja. Bahkan ini sesuatu yang lumrah jika birahi laki-laki menjadi tinggi jika ada hal yang dianggap memicu. Seharusnya wanita juga jauh lebih koreksi diri mereka, karena tidak selamanya laki-laki juga mau disalahklan, meskipun jika laki-laki itu memperkosa dan akhirnya menjadi tersangka. Nah, kalau sudah seperti ini apa iya onani masih dipandang sesuatu yang merusak mental? Masih perlu dipertimbangkan. Selain itu, apabila kita melihat kenyataan mengenai meningkatnya jumlah penderita penyakit kelamin yang disebabkan oleh sex bebas teruama dari penjaja sex komersial, mungkin onani bisa menjadi alternatif yang aman dan lebih hemat tentunya. Tanpa kita sadari pula onani telah secara tidak langsung merangsang daya kerja otak kita dalam menciptakan dunia imajinasi sendiri yang lebih luas.

Akhirnya pendapat mengenai budaya onani di tengah-tengah masyarakat kita jika dilihat dari sisi positifnya perlu dipertimbangkan lagi. Tidak melulu sesuatu yang dianggap sudah menjadi budaya atau kebiasaan yang buruk itu tetap buruk. Tinggal bagaimana kita menyikapi dan sejauh mana kita mau sedikit meminggirkan sebentar opini-opini miring mengenai keberadaan onani di tengah-tengah masyarakat kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar